SINOPSIS FILM THE DEVIL’S BATH
Salah satu horor terbaru dalam beberapa waktu terakhir adalah The Devil’s Bath. Kengerian dari wakil Austria di Academy Awards 2025 bukan tentang hal-hal supernatural; itu tentang perbedaan kultural yang dialami penonton saat melihat hal-hal yang lebih dari tiga puluh tahun lalu dianggap biasa.
Agnes, yang diperankan oleh Anja Plaschg, baru saja menikahi Wolf, yang didambakannya, David Scheid. Keluarga kedua belah pihak tampak senang saat pesta berlangsung, dan senyuman yang tidak pernah luntur di wajah Agnes. Dia akan tinggal di rumah baru yang Wolf beli dengan seluruh uang tabungannya dan sedikit pinjaman, tanpa sepengetahuan Agnes. Tanda awal ancaman telah muncul.
Namun, yang sedang kita lihat adalah tahun 1750-an. Feminisme masih jauh dari definisi awalnya. Agnes merasa terganggu dengan keputusan Wolf, tetapi siapa yang menganggapnya sebagai kesalahan? Itu masih belum cukup. Di pesta pernikahan, Wolf dan teman-temannya bersenang-senang memukul ayam. Sementara itu, Agnes mendapatkan jimat keberuntungan dari kakaknya. Agnes sangat senang dan memegangnya dengan penuh rasa syukur. Jimat adalah sepotong jari orang yang melakukan pembunuhan bayi dan menerima hukuman pancung.
Veronika Franz dan Severin Fiala, dua sutradara produksi Goodnight Mommy, menggunakan buku Suicide by Proxy in Early Modern Germany: Crime, Sin, and Salvation karya Kathy Stuart sebagai referensi untuk gambaran masyarakat masa lalunya. Tidak ada hantu, penyihir, atau kambing dengan perilaku setan. Kengerian berasal dari perspektif dan kepercayaan orang-orang pada saat itu.
ALUR CERITA FILM THE DEVIL’S BATH
Selama periode ini, depresi dipandang sebagai tindakan gila, sementara kesedihan hati dibersihkan dengan menjahit rambut kuda ke tengkuk dan menariknya berulang-ulang hingga nanah dari jahitan itu keluar, yang dianggap dapat “mengeluarkan racun”. Sinematografi yang dibuat oleh Martin Gschlacht dan musik yang dibuat oleh Anja Plaschg berhasil memasukkan nuansa horor rakyat dari berbagai situasi yang dianggap tidak menyenangkan oleh masyarakat modern.
Namun, si ibu mertua Agnes—diperankan oleh Maria Hofstätter—menghadirkan horor paling mengerikan baginya. Ibu mertua sering berkunjung dan tidak pernah berhenti mengkritik si menantu dengan komentar yang menyakitkan. Bahkan tempat panci digantung menjadi masalah. Agnes menjadi semakin tertekan seiring waktu, dan Anja Plaschg menggambarkan penderitaan batin tersebut dengan sangat menyakitkan. Bersamaan dengan teriakan dan ratapan yang ia tunjukkan saat durasi hampir berakhir, tawa yang ia tunjukkan benar-benar meremukkan perasaan.
REVIEW FILM THE DEVIL’S BATH
Sebelum menonton The Devil’s Bath, saya berpikir, “Apakah kelak akan terjadi hal serupa, di mana orang-orang dari tahun 2300-an memandang kita sebagai masyarakat terbelakang nan menyeramkan saat menonton film tentang era 2000-an?” The Devil’s Bath berfungsi sebagai pengingat untuk memperbaiki diri agar sejarah tidak mengabadikan sisi buruk kita terlalu banyak.