SINOPSIS FILM SAMAR
Meskipun masih menampilkan hantu, Samar menghindari elemen horor lokal klise seperti santet dan pesugihan. Karya terbaru Renaldo Samsara ini justru menyuguhkan horor psikologis yang berusaha meniru gaya Lynchian. Keberaniannya memasukkan gaya tutur alternatif di tengah horor Indonesia yang monoton patut kita apresiasi. Imelda Therinne memerankan Ilmira Nirmala, seorang komedian horor yang menetap di rumah warisan untuk proyeknya. Ia tinggal dengan Aurora Ribero, gadis misterius yang hubungannya terungkap di paruh akhir. Keduanya mampu melihat hantu. Aurora Ribero menggambarkan karakternya sebagai sosok penakut yang selalu bergantung pada Ilmira. Sebaliknya, Ilmira yang Imelda Therinne perankan, menunjukkan tatapan sinis saat berinteraksi dengan hantu. Hubungan Ilmira dengan suaminya, Salman yang Revaldo perankan, tengah renggang karena gugatan cerai akibat perselingkuhan Salman yang kini menjadi penuh nafsu setelah Ilmira setengah mengusirnya.
ALUR CERITA FILM SAMAR
Pendekatan Samar membagi cerita menjadi enam bab dan fokus pada kehidupan sehari-hari protagonis, berbeda dengan alur linear film horor pada umumnya. Namun, Renaldo Samsara tampak terlalu memaksakan keunikan film ini sehingga sering kali menyulitkan hal sederhana. Contohnya, jalinan kalimat dalam naskah yang sutradara tulis bersama Nandray S. dan Fanya Runkat membuat penonton sulit memahami dinamika Ilmira dan Salman di awal film. Selain itu, M. Fahrul Ihwan dan Renaldo Samsara memimpin departemen penyuntingan yang menghasilkan lompatan waktu kasar dalam 97 menit durasi film. Tiga bab pertama menampilkan rutinitas Ilmira di rumah, seolah menyembunyikan alur stagnan di balik struktur cerita yang menarik. Kehadiran Bram, penerbit komik Ilmira yang Kevin Julio perankan, di bab keempat menghadirkan warna dan keteraturan alur. Interaksi Ilmira sebagai indigo dengan dunia luar, seperti restoran berpenglaris dan calon pembeli rumahnya yang tidak menyadari keangkeran, menjadi daya tarik tersendiri.
REVIEW FILM SAMAR
Samar tidak mengandalkan jumpscare semata, tetapi menggunakannya untuk menggambarkan dinamika mental protagonis hingga akhir. Meskipun twist-nya mungkin mengecoh penonton, hal ini justru menguatkan gagasan yang ingin Samar sampaikan mengenai kekuatan seni, khususnya komedi dalam film ini. Seni memiliki potensi penyembuhan bagi kreator dan penikmatnya dalam mengatasi masalah mental.